Rabu, 04 April 2012


PROSES PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT DI DAERAH TERPENCIL ATAU DAERAH TERTINGGAL
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan wilayah pesisir yang sangat luas membentang mengelilingi Indonesia. Banyak masyarakat hidup di daerah pesisir yang hidup dari mencari ikan di laut. Potensi laut Indonesia sangat luar biasa, tetapi sayangnya tidak diimbangi dengan kualitas pendidikan yang tinggi.
Dalam masyarakat pesisir terdapat pola-pola pendidikan yang belum tentu sama dengan pola pendidikan masyarakat perkotaan. Masyarakat pesisir sebagian besar menganut pola pendidikan kecakapan hidup. Sekolah formal di daerah pesisir yang sangat terbatas ditunjang dengan fsailias yang kurang memadai membuat pendidikan di daerah pesisir kurang berkualitas selain dikarenakan oleh pola pikir, kultur masyarakat, dan tuntutan ekonomi.
Oleh kerena itu perlu perbaikan dalam pola pendidikan masyarakat pesisir yang bila dimungkinkan sejalan dengan tradisi daerah setempat agar potensi laut kita tidak dikuras habis tanpa ada pelestarian yang baik.


A. Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Indonesia sejak dulu telah dikenal sebagai negara maritim yaitu negara yang terkenal dengan masyarakat baharinya dengan jumlah kepulauan 17.508 serta garis pantai 81.000 Km2 dan 5,8 juta Km2 (Budiharsono,2001). Fakta memperlihatkan lebih dari sepertiga atau sama dengan 5.300.000 masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau kecil masih miskin, yang tersebar di 8.090 desa pesisir yang hampir 80%nya berada di wilayah timur Indonesia (Walhi, 2004).
Sebagai Negara kepulauan, Indonesia tentu saja memiliki kawasan pesisir yang terbentang luas mengelilingi Indonesia. Hal tersebut juga membuat tidak sedikit masyarakat tinggal di daerah pesisir dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Masyarakat daerah pesisir umumnya dibagi menjadi empat antara lain :
1. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
3. Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
4. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh.
Indonesia juga dikenal sebagai pemilik kekayaan laut yang luar biasa. Tetapi sayangnya hal itu tidak ditunjang dengan pendidikan yang baik. Masyarakat pesisir masih terbuai dengan kekayaan laut yang melimpah. Bahkan bisa disebut dengan dimanjakan dengan hasil laut yang sebenarnya dapat sewaktu-waktu habis apabila tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut yang menjadi penghambat perkembangan pendidikan di daerah pesisir. Mereka masih beranggapan bahwa tanpa pendidikan mereka pun bisa hidup. Menurut mereka hanya dengan dapat menangkap ikan sebanyak-banyaknya mereka bisa menjadi kaya. Jika masih dengan pemikiran yang tradisional tersebut maka tidak memungkinkan pendidikan di daerah pesisir menjadi lebih baik.

B. Masa Awal Masuknya Pendidikan Masyarakat Pesisir
Pendidikan pertama kali masuk di wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang yang berlabuh di pantai daerah pesisir Indonesia. Kemudian pendidikan itu disebarkan sejalan dengan perdagangan. Pendidikan yang diajarkan adalah pendidikan tentang agama. Sehingga yang diajarkan para pedagang adalah tentang apa dan bagaimana agama tersebut.
Pada saat Islam pertama kali di Indonesia melalui daerah pesisir, para pedagang mengajarkan tentang pendidikan yang berbasiskan Islam. Kemudian tumbuhlah pendidikan ala pesantren di Indonesia. Banyak surau dan masjid dibangun sekitar pesisir. Hal tersebut sedikit banyak berpengaruh pada pendidikan mayarakat pesisir menjadi lebih religius yang condong pada Islam.
Selanjutnya pendidikan di pesisir berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

C. Perkembangan Pola Pendidikan Masyarakat Pesisir
Pada dasarnya pendidikan merupakan hak semua manusia. Tetapi tidak semua manusia mempunyai kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan. Masyarakat pada daerah pesisir umumnya memiliki kualitas pendidikan yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan masyarakat di daerah pusat kota. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain sarana prasarana serta kultur daerahnya. Kultur daerah pesisir yang hampir seluruh masyarakatnya bekerja sebagai nelayan akan berakibat pendidikan yang berbasis pada laut. Semua hal dalam pendidikan akan dititik beratkan pada eksplorasi laut untuk kehidupan.
Sudah menjadi rahasia umum apabila pengelolaan sumber daya laut kita jauh dari sempurna. Semua yang terkandung dalam laut kita di eksplorasi besar-besaran tanpa ada proses pelestarian yang baik. Hal itu disebabkan oleh pendidikan yang terkesan “sembarangan” untuk masyarakat pesisir.
Pada daerah-daerah terpencil, misalnya daerah pesisir timur Sidoarjo, pelayanan pendidikan dirasa masih sangat kurang dan perlu mendapat perhatian. Hal ini berakibat pada kurangnya pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Sebagaian besar pendirian lembaga-lembaga pendidikan sekolah yang diprakasai oleh masyarakat masih berorientasi pada daerah perkotaan, sehingga perlu alternatif layanan pendidikan khususnya bagi masyarakat kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah-pindah, terisolasi, daerah sulit, dan terpencil). Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi jumlah faktor, di antaranya ketidakmampuan menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independent, sehingga mutu pendidikan belum dapat di monitor secara obyektif dan teratur. Distribusi guru tidak merata serta pendayagunaannya tidak efisien menyebabkan kinerja guru tidak optimal. Profesionalisme guru masih dirasakan rendah, terutama karena rendahnya komitmen penyiapan pendidikan guru dan pengelolaannya. Kinerja guru yang hanya berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan menyebabkan kemampuan siswa tidak berkembang secara optimal dan utuh. Evaluasi kinerja belum ditata dalam suatu sistem akuntabilitas publik, sehingga ouput pendidikan belum akuntanbel dan belum mencapai kualitas yang di inginkan. Pendidikan menjadi kurang bermakna dan tidak menjadi bagian dari kehidupan mereka.Proses belajar mengajar yang menggunakan media pendidikan di sekolah-sekolah masih sangat sulit ditemui. Begitu pula pengajaran di laboraturium biasanya hanya untuk pelajaran IPA, inipun dengan fasilitas sangat minim karena pada umumnya peralatan yang dipunyai sekolah banyak yang rusak dan tak bisa digunakan lagi. Pemakaian komputer di sekolah-sekolah masih jarang dijumpai karena pada umumnya komputer hanya digunakan sebagai pengenalan pemanfaatan teknologi moderen. Jumlah buku paket dengan jumlah siswa sangat tidak berimbang. Ini sangat dirasakan khususnya di daerah yang ekonomi masyarakatnya rendah, di mana masih kesulitan untuk membeli buku sendiri. Guru belum dibiasakan atau diberi kemampuan untuk menciptakan alat sederhana yang lebih kontekstual dalam proses pembelajaran.
Sesuai dengan KTSP yang memperbolehkan setiap daerah membuat pola pendidikannya sendiri maka daerah pesisir tidak menyia-nyiakan hal tersebut. Seperti di daerah Jepara yang memberikan muatan lokal ukir kepada para siswanya, daerah pesisir juga memberikan muatan lokal yang sesuai dengan potensi daerahnya antara lain upaya pengenalan konservasi perikanan serta diajarkan cara-cara menangkap ikan yang ramah lingkungan. Hal tersebut dilakukan agar potensi laut kita tidak dirusak secara percuma oleh masyarakat daerah pesisir itu sendiri.
Pola pendidikan pesisir juga berisi tentang pendidikan kecakapan hidup. Kecakapan hidup sendiri berarti upaya pendidikan dalam meningkatkan kecakapan seseorang untuk melaksanakan hidup secara tepat guna dan berdaya guna. Program pendidikan Life Skill merupakan pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis, terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat. Pada masyarakat pesisir pendidikan kecakapan hidup yang diajarkan adalah berupa cara menangkap ikan yang baik tanpa harus merusak ekosistem laut.
Ciri program masyarakat pesisir yang dapat menjadi perhatian dalam peningkatan kecakapan hidup, meliputi:
1. Dalam wilayah dan kepulauan terdapat lebih dari satu sumber daya alam yang dapat dikelola.
2. Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki keterampilan atau keahlian dan kesenangan bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan, petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan kerajinan rumah tangga dan lain-lain yang secara tradisi menekuni suatu bidang pekerjaan.
3. Pola hubungan/interaksi sosial ekonomi antar lapisan masyarakat.
Pendekatan pola Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) yang menjadi bagian dari peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang bijak dalam penanganan masyarakat pesisir dan pulau-pulau terpencil guna mendapatkan kesempatan yang sama dalam merasakan dunia pendidikan yang mendukung dan mengisi pembangunan.
Pengembangan sistem pada program PKH dilakukan dengan tiga tahapan pembelajaran untuk satu jenis keterampilan yang dikembangkan,yaitu :
1. Teori
Pemberian teori sesuai dengan pengetahuan dan jenis keterampilan yang dikembangkan dengan penyajian materi pembelajaran yang difokuskan pada pemenuhan pengetahuan secara akademik baik secara lisan maupun tertulis, sehingga peserta didik mendapat pemahaman tentang apa yang dipelajari.
2. Pengamatan
Pengamatan bertujuan menghantar para peserta didik dalam memahami dan menganalisa kegiatan keterampilan terkait dengan pengetahuan secara akademik dan secara operasional. Hal ini dilakukan oleh narasumber/instruktur dalam bentuk simulasi sebelum peserta didik melakukan uji coba melalui praktek keterampilan.
3. Praktek Keterampilan
Praktek keterampilan dilakukan setelah melalui tahapan tersebut di atas, dimana peserta didik melakukan proses perlakuan secara mandiri / kelompok guna memberikan keleluasan dalam membuat produk tertentu yang disesuaikan dengan materi keterampilan yang telah disimulasikan oleh narasumber/instruktur.
Berikut adalah contoh pola pendidikan kecakapan hidup untuk masyarakat pesisir :
1. Materi pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik meliputi :
a. Penangkapan
b. Budidaya perikanan sesuai dengan potensi lokal
c. Pengolahan hasil perikanan
d. Manajemen Usaha
e. Kapal ikan dan Permesinan
2. Jadwal pembelajaran
Jadwal pembelajaran dibuat guna menentukan kegiatan pembelajaran keterampilan, sehingga dalam menentukan jumlah jam pelajaran dilakukan dengan pelibatan kelompok belajar. Sedangkan waktu pembelajaran dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara narasumber/ instruktur, peserta didik dan penyelenggara/ pengelola program.
3. Sistem pembelajaran
Pengembangan system pembelajaran keterampilan pada program Pendidikan Kecakapan Hidup dilakukan dengan pemberian pengetahuan yang dilaksanakan berjenjang dan terstruktur. Pengembangan system pembelajaran digali dari potensi lokal melalui hasil identifikasi kebutuhan belajar masyarakat.


Referenri:  Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup masyarakat pesisir dan pulau terpencil http://www.bpplsp-reg5.go.id/ download/ pedoman_ pkh_ pesisir. doc. Diunduh tanggal 26 November 2007

PENGERTIAN KERUCUT PENGALAMAN DAN HUBUNGAN DENGAN MEDIA MENURUT EDGARE DALE


PENGERTIAN KERUCUT PENGALAMAN DAN HUBUNGAN DENGAN MEDIA MENURUT  EDGARE DALE
Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan  alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio, maka lahirlah peralatan  audio visual  pembelajaran. Usaha-usaha untuk membuat  pelajaran abstrak  menjadi  lebih  konkrit  terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat  klasifikasi  11 tingkatan pengalaman belajar dari yang paling konkrit sampai yang paling abstrak.  Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “Kerucut Pengalaman” ( The Cone of Experience) dari Edgar Dale.  Ketika itu, para pendidik  sangat  terpikat dengan  kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut dalam  pemilihan jenis media yang paling sesuai untuk memberikan pengalaman belajar tertentu  pada siswa. 
Menurut Edgar Dale, dalam dunia pendidikan, penggunaan media/bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yangmembutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat
  oleh guru dan “audio-visual”.
         
Kerucut Pengalaman E. Dale
          Pada akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalam pan dangan  teori  komunikasi, alat audio visual  berfungsi sebagai alat penyalur pesan  dari  sumber  pesan  kepada  penerima pesan. Begitupun dalam dunia pendidikan, alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu  guru saja, melainkan juga berfungsi sebagai   penyalur pesan  belajar. Sayangnya, waktu  itu faktor siswa, yang  merupakan  komponen utama dalam  pembelajaran, belum  mendapat perhatian  khusus.
          Baru pada tahun 1960-an,  para ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam  kegiatan pembelajaran.  Pada saat itu teori Behaviorisme BF. Skinner  mulai  mempengaruhi  penggunaan  media dalam  kegiatan pembelajaran.  Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah  tingkah  laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.  Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai hasil  teori  ini adalah diciptakannya teaching machine (mesin pengajaran) dan Programmed Instruction (pembelajaran terprogram).

            Pada tahun 1965-70, pendekatan sistem (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah  merupakan bagian integral dari kegiatan belajar  mengajar.
          Dengan demikian,  kalau saat ini kita mendengar kata  media, hendaklah kata tersebut diartikan dalam  pengertiannya yang terakhir, yaitu meliputi alat bantu  guru dalam mengajar  serta sarana  pembawa pesan dari sumber  belajar  ke penerima pesan belajar ( siswa ).  Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu,  bisa  mewakili guru menyajikan  informasi belajar kepada siswa.  Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka  fungsi  itu akan dapat diperankan  oleh  media  meskipun tanpa keberadaan guru.
            Peranan media semakin meningkat, ini sering menimbulkan kekhawatiran bagi guru. Namun sebenarnya hal itu tak perlu terjadi, seandainya kita menyadari betapa masih banyak dan beratnya peran guru yang lain. Memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada siswa, merupakan tugas pendidik yang sebenarnya lebih penting. Peran guru atau pendidik akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran. Tanggung jawab utama seorang manajer pembelajaran adalah menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat belajar. Proses kegiatan akan terjadi jika siswa dapat berintraksi dengan berbagai sumber belajar. Untuk itu guru bisa lebih banyak menggunakan waktu untuk menjalankan fungsinya sebagai penasehat, pembimbing, motivator dan fasilisator dalam kegiatan belajar.

Referensi:
Sadiman Arief, Raharja R. Dkk. 2003. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatan . Di Jakarta. Penerbit : PT. Raja Grapindo Persada.
Ruminiati. 2007. Bahan Ajar CetakPengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Direktorat Jendral Pendidika Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 2007.
            

PERBEDAAN MEDIA BELAJAR, SUMBER, ALAT PERAGA

 PERBEDAAN MEDIA BELAJAR, SUMBER BELAJAR, ALAT PERAGA


Media belajar atau pembelajaran terdapat dua unsur yang terkandung, yaitu (a) pesan atau bahan pengajaran yang akan disampaikan atau perangkat lunak, (b) alat  penampiln atau alat keras. Sebagai contoh guru akan mengajarkan bagaimana urutan gerakan melakukan shalat, kemudian guru tersebut menuangkan ide-idenyan dalam bentuk gambar ke dalam selembar kertas, ia menjelaskan  setiap gerakan sholat yang ada di kertas tersebut

Dalam pemilihan media pembelajaran harus dikaitkan dengan : (1) kompetensi dasar; (2) strategi pembelajaran; (3) sistem evaluasi yang digunakan. Prinsip Pemilihan media: a) Tujuan Pemilihan; b)karakteristik media; 3)alternatif pemilihan. Faktor yang perlu diperhatikan : 1) objektivitas; 2) program pengajaran; 3) Sasaran program (siswa); 4) situasi dan kondisi; 5) kualitas teknis; 6) keefektifan dan efesiensi penggunaan. Kriteria Pemilihan , mencakup

1.       Topik menarik minat siswa.
2.      ateri dalam media penting bagi siswa.
3.      Relevan dengan kurikulum yang berlaku.
4.      Apakah materinya autentik dan aktual.
5.      Apakah fakta atau konsepnya benar.
6.      Format sistematis dan logis.
7.      Objektif orientasi kebutuhan siswa.
8.      Narasi, gambar, efek, warna dan sebagainya memenuhi syarat kualitas.
9.      Bahasa, simbol dan ilustrasi cukup komunikatif.
10.  Sudah teruji daya dukunya
Sumber belajar Suatu pandangan yang keliru jika sumber belajar berarti di luar apa yang dimiliki guru, atau  siswa. Guru merupakan sumber belajar yang utama, yaitu dengan segala kemampuan, wawasan keilmuan, keterampilan dan pengetahuan yang luas, maka segala informasi pembelajaran dapat diperoleh dari guru tersebut. Siswa, siswa memiliki sejumlah variasi aktivitas belajar, pengalaman belajar, pengetahuan dan keterampilan, maka dalam konteks tertentu apa yang terdapat pada diri siswa apat dijadikan sebagai sumber belajar dalam mempelajari suatu pengalaman-pengalaman belajar yang baru. Sumber belajar pada dasarnya banyak sekali baik yang terdapat di lingkungan kelas, sekolah, sekitar sekolah bahkan di masyarakat, keluarga, di pasar, kota,desa, hutan dan sebagainya. Yang perlu dipahami dalam hal ini adalah masalah pemanfaatannya yang akan tergantung kepada kreativitas dan budaya mengajar guru atau pendidika itu sendiri.
Vernon S. Gerlach &  Donald P. Ely (1971) menegaskan pada awalnya terdapat jenis sumber belajar yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat dan perlengkapan,  serta aktivitas.
a. Manusia
Manusia dapat dijadikan sebagai sumber belajar, peranannya sebagai sumber belajar dapat dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah manusia atau orang yang sudah dipersiapkan khusus sebagai sumber belajar melalui pendidikan yang khusus pula, seperti guru, konselor, administrator pendidikan, tutor dan sebagainya. Kelompok Kedua yaitu manusia atau orang yang tidak dipersiapkan secara khusus untuk  menjadi seorang nara sumber akan tetapi memiliki  keahlian yang mempunyai kaitan erat dengan program pembelajaran yang akan disampaikan, misalnya dokter, penyuluh kesehatan, petani, polisi dan sebagainya.
b. Bahan
Bahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang membawa pesan/ informasi untuk pembelajaran. Baik pesan itu dikemas dalam bentuk  buku paket, video, film, bola dunia, grafik, CD interaktif dan sebagainya. Kelompok ini biasany disebut dengan media pembelajaran. Demikian halnya dengan bahan ini, bahwa dalam penggunaannya untuk suatu proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi du akelompok yaitu bahan yang didesain khusus untuk pembelajaran, dan ada juga bahan/media yang dimanfaatkan untuk memberikan penjelasan materi pembelajaran yang relevan.
c. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang mampu memberikan pengkondisian belajar. Lingkungan ini juga di bagi dua kelompok yaitu lingkungan yang didesain khusus untuk pembelajaran, seperti laboratorium, kelas dan sejenisnya. Sedangkan  lingkungan yang dimanfaatkan untuk mendukung keberhasilan penyampaian materi pembelajaran, di antaranyai lingkungan museum, kebun binatang dan sejenisnya.
d. Alat dan perlengkapan
Sumber belajar dalam bentuk alat atau perlengkapan adalah alat dan perlengkapan yang dimanfaatkan untuk produksi atau menampilkan sumber-sumber belajar lainnya. Seperti TV  untuk membuat program belajar jarak jauh, komputer untuk membuat pembelajaran berbasis komputer, tape recorder untuk membuat program pembelajaran audio dalam pelajaran bahasa Inggris, terutama untuk  menyampaikan informasi pembelajaran mengenai listening (mendengarkan), dan sejenisnya.
e. Aktivitas
Biasanya aktivitas yang dapat diajdikan sumber belajar adalah aktivitas yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, di mana didalamnya terdapat perpaduan antara teknik penyajian dengan sumber belajar lainnya yang memudahkan siswa belajar.  Seperti aktivitas dalam bentuk diskusi, mengamati, belajar tutorial, dan sejenisnya.
Dalam pemilihan sumber belajar tergantung kepada (1) motivasi; (2) kemampuan guru dalam penggunaannya. Selanjutnya akan ditentukan berdasarkan :

Program Pengajaran
Kondisi Lingkungan
Karakteristik siswa
Karakteristik  sumber  belajar
Kelima hal tersebut harus menjadi patokan dalam memilih sumber belajar yang akan dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Alat peraga Kata kunci dalam memahami alat peraga dalam konteks pembelajaran adalah Nilai Manfaat , dalam arti segala sesuatu  alat yang dapat menunjang keefektifan dan efesiensi penyampaian, pengembangan dan pemahaman informasi atau pesan pembelajaran.  Ada istilah lain dari alat  peraga ini, diantaranya sering disebut sebagai sarana belajar.
Sebagai ilustrasi, misalnya Pak Budi akan mengajarkan bagaimana gambar dalam televisi  bisa terlihat di layar, maka Pak Budi membawa televisi ke kelas, kemudian ia membukanya di depan kelas, kemudian menjelaskan satu-persatu fungsi dari masing-masing komponen televisi tersebut kepada siswa sehingga siswa memahami kenapa gambar terlihat pad alayar televisi. Dalam ilustrasi tersebut kedudukan televisi adalah sebagai alat peraga , bukan sebagai media.

Referensi  :

Ase S. Muchyidin, 2001. Analisis Kebutuhan Sumber  Informasi dan Sumber Belajar. , Bahan Diklat e- Learning Propinsi Baten  tahun 2001. Dinas Pendidikan Propinsi Banten

Asep Herry Hernawan. 2001. Sumber Belajar: Bahan Diklat e- Learning Propinsi Baten  tahun 2001. Dinas Pendidikan Propinsi Banten.